MENIKMATI PANORAMA ALAM DAN SUNRISE DI GUNUNG BROMO

Destinasi wisata andalan Provinsi Jawa Timur dan juga Indonesia, Gunung Bromo, memiliki keindahan panorama alam yang luar biasa. Destinasi wisata yang ditetapkan sebagai 10 Bali Baru ini memiliki bentangan lautan pasir di sekelingnya, menambah kesempurnaan panorama Gunung Bromo yang sudah dikenal hingga mancanegara.

Kata Bromo berasal dari bahasa sansekerta Brahma, dewa utama dalam agama Hindu. Gunung dengan ketinggian 2.329 meter di atas permukaan laut terletak di empat wilayah kabupaten, yakni Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Lumajang, dan Kabupaten Malang.

Bagi Suku Tengger, Gunung Bromo adalah gunung suci sehingga setiap tahunnya diadakan upacara Yadnya Kasada atau Kasodo. Upacara ini bertempat di sebuah pura yang berada di bawah kaki Gunung Bromo, lalu dilanjutkan ke puncak Bromo. Upacara diadakan pada tengah malam hingga dini hari setiap bulan purnama atau sekitar tanggal 14-15 di bulan Kasodo atau kesepuluh menurut penanggalan Jawa.

Upacara Kasada dilakukan setahun sekali. Melalui upacara tersebut Suku Tengger mengangkat dukun baru, memohon panen berlimpah, meminta tolak bala dan kesembuhan atas berbagai penyakit, dengan mempersembahkan sesaji dengan melemparkannya ke kawah Gunung Bromo. Sementara Suku Tengger lainnya menuruni tebing kawah untuk menangkap sesaji yang dilemparkan ke dalam kawah, sebagai perlambang berkah dari Yang Maha Kuasa. Ini merupakan atraksi menarik, menantang dan mengerikan.

Gunung Bromo nan cantik termasuk dalam kawasan Taman Nasional Bromo-Tengger-Semeru. Area Taman Nasional Bromo seluas 50.273.30 hektar dataran tinggi yang dipenuhi pegunungan dan gutan subur. Letaknya di atara 1.000-3.676 meter di atas permukaan laut, dengan suhu 3-20 derajat Celcius. Taman Nasional Bromo-Tengger-Semeru memiliki keunikan lautan pasir atau disebut juga ‘pasir berbisik’ seluas 5.250 hektar yang berada pada ketinggian kurang lebih 2.100 meter di atas permukaan laut.

Di lautan pasir tersebut ditemukan tujuh buah pusat letusan dalam dua jalur yang saling silang-menyilang, dari timur-barat dan timur laut-barat daya. Dari timur laut-barat daya muncul Gunung Bromo, gunung api aktif yang memiliki kawah dengan garis tengah kurang lebih 800 meter di utara-selatan dan kurang lebih 600 meter di timur-barat. Daerah berbahaya di Gunung Bromo berupa lingkaran dengan jari-jari 4 km dari pusat kawah Bromo.

Wisata Gunung Bromo yang masih aktif menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Selama abad 20-21, Gunung Bromo telah erupsi sebanyak 50 kali sejak tahun 1804. Letusan terbesar terjadi pada tahun 1974. Letusan terjadi lagi tahun 2015. Pada 19 Juli 2019, Gunung Bromo mengalami erupsi, disertai gempa vulkanik. Meski terbilang stabil, masih terdengar dentuman dan gemuruh yang disertai keluar asap putih tipis dari bibir kawah.

Ketika berada di Gunung Bromo, jangan lewatkan untuk menyaksikan ‘the famous sunrise’, yang dapat dinikmati antara pukul 04.30 hingga 5.30 WIB. Tempat paling ideal untuk melihat sunrise adalah di atas gunung. Untuk mencapai puncak gunung, wisatawan bisa menaiki mobil jeep 4wheel dari Cemoro Lawang dai pukul 03.00 WIB, yang siap mengantarkan wisatawan ke atas Gunung Penanjakan untuk melihat sunrise Bromo.

Tidak dianjurkan naik mobil pribadi karena medannya berbahaya dan risiko selip di lautan pasir. Untuk melihat sunrise, wisatawan harus berangkat jam 03.00 WIB menuju Gunung Penanjakan. Track diawali dengan menuruni bukit dan lautan pasir. Track selanjutnya adalah menanjak terjal hingga sampai di atas Gunung Penanjakan.

Selain di Gunung Pananjakan, sunrise Gunung Bromo juga bisa dilihat dari Bukit Dingklik dan Bukik Kongkog yang berada di satu jalur Kabupaten Pasuruan. Namun, tempat tertinggi untuk melihat sunrise adalah Gunung Pananjakan. Selain sunrise, di atas Gunung Pananjakan yang tingginya sekitar 2700 meter di atas permukaan laut, wisatawan juga dapat melihat pemandangan Gunung Bromo, Gunung Batok dan Gunung Semeru. Pemandangan spektakular lainnya adalah pemandangan sea of sand atau lautan pasir yang terhampar luas.

Setelah melihat sunrise, wisawatan melanjutkan perjalanan turun ke kaki Gunung Bromo untuk melihat kawahnya. Di sana ada pura tempat Suku Tengger yang beragama Hindu melakukan upacara keagamaan seperti upacara Kasada yang dilakukan setahun sekali. Jeep hanya bisa mengantarkan sekitar 400 meter di dekat pura, lalu dilanjutkan dengan berjalan kaki atau menaiki kuda hingga ke tangga pendakian.

Selanjutnya wisatawan harus menaiki tangga sebanyak 150 anak tangga, hingga di bibir kawah Gunung Bromo. Dari sini, wisatawan dapat melihat lautan pasir, Pura Hindu, Gunung Batok dan Kawah Bromo yang masih mengeluarkan bau belerang dan mengepulkan asap dari dalam gunung.

Di kawasan Gunung Tengger ada Pura Luhur Poten. Pura ini dijadikan tempat ibadah warga sekitar ang memeluk agama Hindu. Saat perayaan Nyepi, pura ini selalu diramaikan kunjungan wisatawan lokal yang ingin melakukan ibadah. Biasanya pada saat ini kawasan Taman Nasional Bromo Tengger ditutup demi kenyamanan beribadah.

Di Bromo, ada Bukit Teletabis Bromo yang menjadi lokasi favorit wisatawan. Di bukit ini dapat menikmati kecantikan Gunung Bromo dengan deretan bukit yang dipenuhi rerumputan hijau sehingga dapat dijadikan spot foto terbaik. Jika ingin mengenal kehidupan asli Suku Tengger, mampirlah ke Desa Ngedas dan Desa Ngadisari. Di Desa Ngedas berada di Kecamatan Poncokusumo tradisi dari Suku Tengger masih dipertahankan hingga kini.

Beberapa tradisi yang bisa disaksikan di desa ini adalah kuda kencak, atraksi kuda lumping, bentengan dan lain-lain. Begitu pula di Desa Ngadisari yang didiami oleh keturunan asli Suku Tengger. Sore hari di Plataran Bromo, Desa Ngadiwono, Tosari, Pasuruan, tempat pos jeep atau jeep spot menuju kawasan Bromo Tengger, wisatawan bisa menikmati indahnya sunset Bromo.

Untuk menuju ke Gunung Bromo, wisatawan dari berbagai daerah bisa melalui jalur udara dari Surabaya ataupun Malang. Dari Bandara Internasional Juanda Surabaya, wisatawan bisa menggunakan bus Damri menuju terminal bus Bungurasih Surabaya, lalu gunakan bus jurusan Jember atau Banyuwangi, turun di Probolinggo.

Di terminal Probolinggo, gunakan angkutan desa berupa mobil jenis colt hingga Kecamatan Ngadisari, Desa Wonotoro dan Jetak, yang merupakan kawasan lereng perbukitan Cemoro Lawang, desa terdekat dengan Gunung Bromo. Desa ini dikelilingi pegunungan Batok dan Bromo, serta dibatasi lautan pasir di bagian barat. Di bagian utara hingga timur berjajar Gunung Penanjakan, Brak, Lengkong dan Gunung Ringgit. Di bagian selatan ada Gunung Pundak Lembu.

Sementara dari Malang, dar Bandara Abdurrahman Saleh Malang lalu menuju ke Tumpang, lalu ke Gubugklakah sebuah desa kecil penghasil apel, Ngadas, Jemplang, selanjutnya Gunung Bromo yang berjarak 53 kilometer, Meski perjalanan dilalui dengan tanjakan terjal, namun suguhan alamnya sungguh memukai.

Dari Ngadas menuju pertigaan Jemplang menjadi penentu arah langkah. Lurus menuju Ranu Pani, titik awal pendakian Gunung Semeru, ke kiri menuju Bromo. Dari Ngadas menuju Penanjakan memakan waktu tiga jam. Rute dari Ngadas ini mengajak wisatawan melewati rute padang savana, lalu pasir berbisik dan kawah Bromo. Sementara dari Cemoro Lawang rute sebaliknya dari Ngadas. (*)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *